Laman

Selasa, 18 Januari 2011

Implementasi K3 dalam Proses Pelaksanaan Jasa Konstruksi


Sebelum kecontoh yang ada tentang implementasi K3 yang berhasil dan yang gagal dalam proses pelaksanaan jasa konstruksi, sedikit membahas tentang K3 dalam proses konstruksi.

UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjelaskan tentang pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. Undang-undang tersebut didukung oleh UU no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. UU no 1 tahun 1970 tersebut menjelaskan bahwa pentingnya keselamatan kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara di wilayah Republik Indonesia. Implementasi K3 diberlakukan di tempat kerja yang menggunakan peralatan berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), pekerjaan konstruksi, perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai sektor pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya (Striaji, 2009).

Di dalam sebuah proyek pembangunan, harus diperhatikan beberapa faktor berikut ini :
1. Keadaan tempat tinggal di dalam lokasi proyek 
-      Perletakan penyimpanan barang berbahaya tidak boleh berada di tempat tinggi dan saling tumpang tindih (beresiko jatuh dan menimpa orang di bawahnya) 
-      Ruang kerja tidak terlalu sesak dan padat 
- Pembuangan kotoran limbah diatur perletakannya agar tidak mengganggu kesehatan 
-      Pengaturan sirkulasi udara 
-      Pengaturan penerangan ruang dan tempat kerja 

2. Peralatan kerja 
-      Peralatan kerja harus lengkap (pakaian kerja, helm kerja, sepatu kerja, sarung tangan, masker, kacamata kerja, sabuk pengaman, dan peralatan P3K) 
-      Peralatan kerja dijaga mutunya (jangan sampai usang dan kondisinya rusak) 
-      Adanya penyuluhan jika menggunakan mesin berat dan peralatan elektronika dengan benar 
-      Adanya pengaman pada mesin berat dan alat elektronika 

Selain pengaturan kondisi lokasi dan peralatan kerja, sebaiknya diperhatikan hal berikut :
1. Fisik pekerja 
-      Stamina pekerja 
-      Kondisi emosi pekerja yang biasanya labil 
-      Pola pikir pekerja yang biasanya kurang memperhatikan keselamatan kerja 
-      Motivasi dalam bekerja 
-      Pengetahuan pekerja tentang standar K3, penggunaan fasilitas kerja, dan berbagai hal dalam pekerjaan konstruksi 

2. Pengaturan lain 
-      Pengaturan jam kerja dan jam lembur 
-      Penerapan shift kerja 
-      Umur pekerja 
-      Jenis kelamin pekerja 
-      Pengelolaan tempat tinggal di dalam proyek
Implementasi K3 yang Gagal dalam Proses Pelaksanaan Jasa Konstruksi
Berikut beberapa contoh implementasi yang gagal dalam proses pelaksanaan jasa kostruksi :

v  Runtuhnya Menara Masjid Silaturahim di Kota Tanjungbalai, Sumatra Utara

Peristiwa ini mengakibatkan seorang pekerja tewas dan seorang lainnya kritis. Saat peristiwa terjadi, 2 orang pekerja tersebut sedang bekerja memasang lantai keramik di dalam menara. Korban  terjepit dan tidak bisa meloloskan diri hingga akhirnya tewas di lokasi kejadian. Sementara nasib seorang pekerja satu lagi lebih beruntung karena berhasil lolos walau sempat tertimpa reruntuhan bangunan.


Bangunan setinggi 100 meter itu juga menimpa rumah seorang warga yang letaknya berada di bawah menara. Berdasarkan pemeriksaan, tidak ada unsur kesengajaan dalam peristiwa ini. Diduga robohnya menara disebabkan konstruksi bangunan yang tidak kuat akibat terlalu tinggi.


  • PT Alfa Kayu Lapis yang ambruk di Sukoharjo, Jawa Tengah

   

Polisi mulai menyelidiki kasus bangunan pabrik PT Alfa Kayu Lapis yang ambruk di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (12/9). Penyelidikan melibatkan sejumlah ahli konstruksi dan bangunan dari Universitas Negeri 11 Maret Surakarta dan pihak independen.

Dari penyelidikan sementara, bangunan pabrik seluas satu hektare itu diduga runtuh akibat kesalahan pada konstruksi besi. Selain besi yang digunakan terlalu kecil, jarak antar kolom dinding juga terlalu jauh. Akibat kesalahan konstruksi ini, bangunan pabrik ambruk saat di atasnya ditaruh kerangka baja. Polisi sudah meminta keterangan pihak kontraktor dan pemilik perusahaan.

Selain menewaskan lima pekerjanya, insiden ini melukai delapan pekerja lain.

Pembangunan pabrik yang sudah mencapai 90 persen ini ternyata juga menyalahi aturan karena belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Menyusul insiden ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo memerintahkan penghentian pembangunan pabrik.

Sumber:http://berita.liputan6.com/daerah/200809/165141/Pabrik.Ambruk.Diduga.Akibat.Kesalahan.Konstruksi.Besi


v  Kecelakaan Pekerja Proyek : seorang pekerja jatuh dari lantai 3

 Contoh dari pekerja yang tidak mematuhi K3 berakibat pada keselamatan dirinya sendiri. Seorang buruh bangunan yang sedang mengerjakan proyek pembangunan gedung baru DPRD Sumatra Utara di Jalan Imam Bonjol, Medan, terjatuh dari lantai tiga, Kamis (21/1). Korban langsung dilarikan ke ruang Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Malahayati Medan.

Korban yang baru bekerja selama empat bulan di Medan ini, selain menderita patah dikedua tangan dan kaki kanan juga dibagian perutnya ditemukan luka serius.

Pengelola proyek Jaya Konstruksi terkesan menutup-nutupi kejadian ini. Tak ada seorang pun yang bersedia menjelaskan kasus itu. Bahkan aktivitas pengerjaan gedung yang biasanya berlangsung hingga malam sengaja dihentikan.

Sumber: http://berita.liputan6.com/daerah/201001/260111/Buruh.Bangunan.Terjatuh.dari.Lantai.Tiga


v  Robohnya Bangunan di Pusat Grosir Tanahabang

Sehari sebelum proyek itu ambruk, pekerja sudah mengingatkan ada retak di beberapa bagian bangunan. Namun mandor proyek yang dilapori tak peduli Hasilnya, retak itu membesar diiringi ambruknya bangunan. 

Peristiwa mengenaskan itu menewaskan 4 orang pekerja yang ditemukan diantara puing – puing bangunan.
Jelas ada kelalaian pihak pemborong proyek di sini. Mereka dikejar tenggat, sementara prosedur keamanan tidak dijalankan, biasanya dengan alasan menghemat biaya. Namun yang harus bertanggung jawab dalam kejadian ini tak hanya pelaksana proyek. 

Pejabat pemerintah Provinsi Jakarta yang bertugas mengawasi pembangunan gedung juga harus ditindak. Apalagi terbukti, bagian bangunan yang runtuh itu temyata tidak memiliki izin. Harus diusut, kenapa proyek tanpa izin ini dibiarkan. 

Kepedulian pemerintah pusat dan daerah menjadi kata kunci untuk menurunkan angka kecelakaan kerja. Apalagi seluruh prosedur perlindungan pekerja sebenarnya telah diatur lengkap dalam berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah. Bahkan khusus untuk pekerja konstruksi, ada pengaturan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Inti semua regulasi itu adalah perusahaan pelaksana proyek wajib menyiapkan sistem manajemen keselamatan kerja yang harus diawasi ketat oleh pemerintah. 

Pengawasan ketat harus dilakukan tidak hanya oleh Departemen dan Dinas Tenaga Kerja setempat, tapi juga oleh Departemen dan Dinas Pekerjaan Umum selaku pihak yang memahami aspek teknis konstruksi proyek-proyek fisik. Tanpa langkah ini, kejadian serupa akan selalu berulang.  

 

Dari hasil penyelidikan, telah ditemukan indikasi pelanggaran peraturan dalam peristiwa robohnya bangunan di Pusat Grosir Metro Tanahabang, Jakarta Pusat, akhir Desember silam. Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI menemukan sedikitnya enam peraturan yang dilanggar. "Kami baru mengumpulkan info, belum menjatuhkan vonis. Tapi indikasinya ada sedikitnya enam aturan yang dilanggar," kata Kepala Dinas P2B Hari Sasongko di Jakarta, Jumat (8/1) seperti dilansir ANTARA. Aturan itu bertingkat dari Undang Undang hingga Peraturan Daerah yakni UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Jasa Konstruksi, PP Nomor 36 Tahun 2005, Perda Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan di Wilayah DKI Jakarta, Kepgub Nomor 72 Tahun 2002 dan Pergub Nomor 132 Tahun 2007 tentang Izin Pelaku Teknis Bangunan.

Seluruh pelaku teknis bangunan terancam dikenakan sanksi. Di antaranya pemilik, kontraktor, perencana maupun direktur pengawasan.




 
Implementasi K3 yang Berhasil dalam Proses Pelaksanaan Jasa Konstruksi

v  Pekerja Proyek Pembangunan Gedung Konjen AS

........... 
Selama berkerja di proyek pembangunan gedung seluas 2,5 hektar, kata Suraji, para pekerja diharuskan menggunakan standar kerja dan keamanan AS. Standar gaji ditetapkan berdasarkan tugas di lapangan, paling murah dibayar Rp 60.500 perhari untuk pekerja biasa dan paling tinggi dibayar Rp 121.000 perhari untuk posisi team leader. Mereka dibayar mingguan dan dapat libur satu hari seminggu. 
........... 

Sumber:


v  Proyek Pembangunan Pusdiklat Kaltim Selesai Tepat Waktu
  Pusdiklat Kaltim Terbaik di Indonesia Timur
SAMARINDA - Wakil Gubernur Kaltim, H Farid Wadjdy merasa yakin beberapa proyek pembangunan Pemprov Kaltim akan selesai tepat waktu. Termasuk Gedung Balai Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kaltim di Samarinda Seberang yang merupakan fasilitas Diklat terbaik di wilayah Indonesia Timur.

Salah satu fasilitas pemerintah yang dibangun dan merupakan fasilitas terbaik di wilayah Indonesia Timur yakni Pusdiklat Kaltim, yang pekerjaannya juga harus diselsaikan  pada akhir 2009.

Pusdiklat merupakan wadah bagi para PNS meningkatkan kemampuan kinerja dan ilmu pengetahuan guna menunjang karier, sehingga tidak berlebihan apabila Pemprov menginginkan peserta Diklat dapat mengikuti kegiatan dengan nyaman dan menjadi lebih profesional.

Beberapa proyek Pemprov Kaltim yang akan selesai dan merupakan prioritas untuk diresmikan pada puncak peringatan HUT Provinsi Kaltim Januari 2010, diantaranya Gedung Serbaguna Sasana Abdi Negara Korpri Loa Bakung, Balai Pusdiklat Kaltim Samarinda Seberang, Bangunan penunjang Masjid Islamic Center Samarinda dan Gedung Private Wings RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Sumber:
http://www.kaltimprov.go.id/kaltim.php?page=detailberita&id=2675



Sabtu, 15 Januari 2011

Etika Profesi


PENDAHULUAN
Profesi arsitek sangat berperan penting dalam pembangunan dan masyarakat. Banyak tantangan yang dijalani oleh seorang lulusan sarjana arsitektur dewasa ini, demi memulai kariernya sebagai seorang arsitek profesional. Banyaknya lulusan sarjana arsitektur di Indonesia, lapangan kerja yang makin menyempit serta persaingan dengan tenaga kerja arsitek asing yang makin banyak dijumpai, mengingat dunia kerja nantinya akan lebih cenderung mempersyaratkan standar - standar kemampuan dari sebuah profesi professional macam arsitek.

Kata Arsitek berasal dari bahasaYunani, Architekton yang merupakan rangkaian dua kata yaitu Archi yang berarti pemimpin atau yang pertama, dan Tekton yang berarti membangun. Jadi Arsitek adalah pemimpin pembangunan (master builder).
Sedangkan menurut Keputusan Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Nomor 023/KPTS/CK/1992, yang disebut perencana / arsitek / konsultan perencana / konsultan ahli adalah perorangan atau badan hukum yang melaksanakan tugas konsultasi dalam bidang perencanaan karya bangunan atau perencanaan lingkungan
beseerta kelengkapannya.


Profesi Arsitek
Sebelum membahas mengenai profesi arsitektur sekarang ini, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu apa itu profesi. Blankenship mendefinisikan profesi melalui karakteristik umum yang biasa terlihat. Profesi adalah (1) pekerjaan penuh waktu (2) yang melalui pendidikan/pelatihan khusus (3) memiliki organisasi profesi (4) mempunyai komponen izin kerja (lisensi) dan pengakuan dari masyarakat (5) mempunyai kode etik dan hak pengelolaan mandiri (Dana Cuff, Architecture : The Story of Practice, 1992, p23). Dari ke lima karakekter umum tersebut kita bisa melihat bagaimana posisi profesi arsitektur di dunia modern pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.

Arsitektur Barat berkembang di Eropa sebelum menyebar ke Amerika dan benua benua lainnya. Pada awal permulaannya, profesi arsitek merupakan profesi kelas tertentu dan merupakan profesi yang turun temurun dan atau melalui proses pemagangan dalam waktu yang cukup lama.

Profesi arsitektur yang mulai menemukan identitasnya yang lebih jelas, mendorong dilakukannya usaha untuk membentuk sebuah organisasi yang dapat melindungi kepentingan dari arsitektur, memperbaiki status sosialnya dan mendirikan sarana pendidikan formal arsitektur. Pendidikan dan pelatihan arsitektur yang telah ada sebelumnya adalah berupa sistem pendidikan yang bersifat studio, yang lebih merupakan sebuah ‘sekolah seni’ seperti yang diterapkan oleh J.F. Blondel melalui Ecole des Arts – nya dan atau berupa proses pemagangan di kantor arsitek, sebagaimana yang diperkenalkan oleh Sir Robert Taylord di Inggris.


Ikatan Arsitek Indonesia ( IAI )
Pendidikan arsitektur secara lebih formal secara teori pertama kali ditawarkan di Royal Academy Schools di Inggris tahun 1768, tapi baru pada tahun 1840-an dilakukan usaha yang serius dalam menangani pendidikan arsitektur, dengan berupaya memenuhi kebutuhan kebutuhan pelatihan spesialisasi, terutama pada aspek aspek teknis yang berkaitan dengan desain.

Di Indonesia sendiri, profesi arsitek ‘modern’ mulai dikenal ketika para arsitek kebangsaan Belanda yang menempuh pendidikan dan pelatihan arsitektur di Eropa, kembali dan berpraktek di Indonesia. Sedangkan pendidikan arsitektur formal pertama di Indonesia dibuka di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1950, dan mulai menelurkan lulusannya di tahun 1958. Sebelum itu, bangsa Indonesia yang berprofesi sebagai arsitek mempelajari ilmunya dengan bekerja pada para arsitek Belanda. Bahkan F. Silaban, salah satu arsitek berpengaruh di Indonesia tidak memiliki pendidikan formal arsitektur melainkan lulusan dari sekolah menegah kejuruan atau STM.

Untuk melindungi profesi arsitek, dibentuklah organisasi atau asosiasi profesi.  Di Indonesia, asosiasi profesi arsitek terbentuk pada 17 September 1959 yang dipicu oleh dikeluarkannya instruksi pemerintah untuk membentuk gabungan perusahaan sejenis yang dimaksudkan selain untuk memudahkan komunikasi antara pemerintah dengan dunia pengusaha, juga diharapkan dapat menentukan suatu standar kerja bagi para pelakunya. Ikatan Arsitek Indonesia diprakarsai oleh F. Silaban, yang menggalang arsitek senior Indonesia pada masa itu, dan Ir. Soehartono Soesilo yang mewakili arsitek muda pada masa itu. IAI dibentuk atas kesadaran bahwa pekerjaan perancangan berada di dalam lingkup kegiatan profesional (konsultan), yang mencakupi tanggung jawab moral dan kehormatan perorangan yang terlibat, sehingga diperlukan satu asosiasi khusus yang dapat mengatur hal itu.

Sebagai asosiasi profesi tujuan dari IAI adalah untuk :

• Mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dasar arsitek professional.
• Meningkatkan penguasaan arsitek pada pengetahuan dan ketrampilan baru seiring kemajuan teknologi ilmu pengetahuan.
• Meningkatkan tanggung jawab arsitek pada profesinya sebagai penyedia jasa pada masyarakat
• Menempatkan arsitek profesional Indonesia dalam tingkat kompetensi yang diakui secara internasional.

IAI selain sebagai asosiasi profesi tingkat nasional dengan beranggotakan lebih dari 11.000 arsitek yang terdaftar melalui 27 kepengurusan daerah dan 2 kepengurusan cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, juga aktif dalam kegiatan internasional melalui keanggotaannya di ARCASIA (Architects Regional Council of Asia) sejak tahun 1972 dan di UIA (Union Internationale des Architectes) sejak tahun 1974, serta AAPH (Asean Association Planning and Housing) di mana IAI merupakan salah satu pendirinya.

Salah satu peranan penting yang dilakukan oleh asosiasi profesi adalah menentukan standar profesi dan mengeluarkan lisensi profesi bagi anggotanya. Lisensi dianggap penting untuk menjaga profesionalisme arsitek dan juga sebagai bagian dalam mendapat pengakuan dalam masyarakat. Di Indonesia, lisensi arsitek berupa Sertifikasi Keahlian Arsitek (SKA) yang diberikan kepada anggotanya setelah memenuhi persyaratan - persyaratan tertentu dan diklasifikasikan dalam 3 tingkatan berdasarkan pengalaman dan masa kerja.

Untuk dapat memperoleh sertifikasi tersebut, arsitek harus dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik meliputi 13 butir kompetensi yaitu :

1. Perancangan Arsitektur
Kemampuan menghasilkan rancangan arsitektur yang memenuhi ukuran estetika dan persyaratan teknis, dan yang bertujuan melestarikan lingkungan
2. Pengetahuan Arsitektur
Pengetahuan yang memadai tentang sejarah dan teori arsitektur termasuk seni, teknologi dan ilmu-ilmu pengetahuan manusia
3. Pengetahuan Seni
Pengetahuan tentang seni rupa dan pengaruhnya terhadap kualitas rancangan arsitektur
4. Perencanaan dan Perancangan Kota
Pengetahuan yang memadai tentang perancanaan dan perancangan kota serta ketrampilan yang dibutuhkan dalam proses perancanaan itu
5. Hubungan antara Manusia, Bangunan dan Lingkungan
Memahami hubungan antara manusia dan bangunan gedung serta antara bangunan gedung dan lingkungannya, juga memahami pentingnya mengaitkan ruang-ruang yang terbentuk di antara manusia, bangunan gedung dan lingkungannya tersebut untuk kebutuhan manusia dan skala manusia
6. Pengetahuan Daya Dukung Lingkungan
Menguasai pengetahuan yang memadai tentang cara menghasilkan perancangan yang sesuai daya dukung lingkungan
7. Peran Arsitek di Masyarakat
Memahami aspek keprofesian dalam bidang Arsitektur dan menyadari peran arsitek di masyarakat, khususnya dalam penyusunan kerangka acuan kerja yang memperhitungkan faktor-faktor social
8. Persiapan Pekerjaan Perancangan
Memahami metode penelusuran dan penyiapan program rancangan bagi sebuah proyek perancangan
9. Pengertian Masalah Antar-Disiplin
Memahami permasalahan struktur, konstruksi dan rekayasa yang berkaitan dengan perancangan bangunan gedung
10. Pengetahuan Fisik dan Fisika Bangunan
Menguasai pengetahuan yang memadai mengenai permasalahan fisik dan fisika, teknologi dan fungsi bangunan gedung sehingga dapat melengkapinya dengan kondisi internal yang memberi kenyamanan serta perlindungan terhadap iklim setempat
11. Penerapan Batasan Anggaran dan Peraturan Bangunan
Menguasai keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pihak pengguna bangunan gedung dalam rentang-kendala biaya pembangunan dan peraturan bangunan
12. Pengetahuan Industri Kontruksi dalam Perencanaan
Menguasai pengetahuan yang memadai tentang industri, organisasi, peraturan dan tata-cara yang berkaitan dengan proses penerjemahan konsep perancangan menjadi bangunan gedung serta proses mempadukan penataan denah-denahnya menjadi sebuah perencanaan yang menyeluruh
13. Pengetahuan Manajemen Proyek
Menguasai pengetahuan yang memadai mengenai pendanaan proyek, manajemen proyek dan pengendalian biaya pembangunan

Hal yang kelima dan merupakan hal terpenting dari suatu profesi adalah kode etik profesi. Pekerjaan arsitektur melibatkan pihak - pihak : arsitek, klien, penyandang dana (investor), konsultan profesi lain yang terkait, penduduk dan lingkungannya. Melalui kode etik, diatur hak dan kewajiban dari seorang arsitek secara umum, hak dan kewajiban arsitek terhadap publik, klien, profesi, rekan seprofesi, dan lingkungan. Di Indonesia, atau di IAI pada khususnya, kode etik ini diatur dalam Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek. Kode etik ini pertama kali dibuat dan disepakati pada tahun 1992 di Kaliurang, kemudian diperbaharui melalui kongres di Jakarta pada tahun 2005.

Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Mukadimah, 5 (lima) Kaidah Dasar, 21 (dua puluh satu) Standar Etika dan 45 (empat puluh lima) Kaidah Tata Laku. Kaidah Dasar, merupakan kaidah pengarahan secara luas sikap ber-etika seorang Arsitek. Standar Etika, merupakan tujuan yang lebih spesifik dan baku yang harus ditaati dan diterapkan oleh anggota dalam bertindak dan berprofesi. Kaidah Tata Laku, bersifat wajib untuk ditaati, pelanggaran terhadap kaidah tata laku akan dikenakan tindakan, sanksi keorganisasian IAI. Adapun kaidah tata laku ini, dalam beberapa kondisi/situasi merupakan penerapan akan satu atau lebih kaidah maupun standar etika.
Untuk etika berprofesi,

 IAI melengkapi diri dengan Dewan Kehormatan Profesi, sebuah badan yang beranggotakan anggota profesional yang memiliki integrasi profesi dan menjunjung tinggi Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek. Dewan ini berfungsi untuk melakukan tinjauan atas kode etik yang sudah ada untuk kemudian membuat usulan penyempurnaan, memberikan edukasi etika profesi kepada anggota, dan menjadi badan tempat menyelesaikan permasalah dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota IAI.


Permasalahan Profesi Arsitek yang Sulit Berkembang
Saat ini kita sedang menghadapi sesuatu bernama free trade zone. Maka, para arsitek asing akan membanjiri Indonesia lagi dan lagi, menyusul arus masuk rekan - rekan mereka yang sudah mulai berkarya di pelosok Nusantara sebelumnya. Karena akan semakin banyak proyek perencanaan dan konstruksi yang dipercayakan untuk dikerjakan oleh perusahaan internasional. Karena sentiment - sentimen lokal telah dikalahkan oleh profesionalisme dalam menjadi tolak ukur yang global. Arsitek Indonesia tentu saja tidak ingin kalah menghadapi dunia profesi internasional terutama di dalam negeri kita sendiri, untuk itu perlu baik para arsitek senior maupun calon arsitek yang masih berada di jenjang pendidikan dapat dipersiapkan dengan baik dengan sejak awal.

Hal ini tentu tidak hanya dibebankan kepada IAI sebagai ikatan profesi saja, karena sejauh ini dalam hal menggiatkan diadakannya sertifikasi sebagai salah satu cara meningkatkan kinerja profesionalitas di bidang arsitektur ini. Hal lain yang sebaiknya dilakukan adalah diadakannya kerjasama antara IAI dan institusi pendidikan arsitektur dalam mengakreditasi sistem pendidikan arsitektur di Indonesia sehingga pelaksana pendidikan arsitektur bisa lebih menyadari dan tidak terjebak pada kuantitas lulusan saja melainkan pada kualitas. Persiapan peneluran calon arsitek sebaiknya dilakukan dengan pembekalan pendidikan yang kondisional dan proporsional, sehingga setelah lulus dari pendidikan arsitektur di tingkat perguruan tinggi, para calon arsitek ini dapat langsung beradaptasi dan belajar kembali dengan baik pada proses pemagangan minimal dua tahun itu.

Dimulai dari sini, arsitek dan bidang arsitektur Indonesia dalam menghadapi dunia profesi internasional tidak lagi tergagap-gagap dalam memenuhi standar yang berlaku di tatanan dunia global internasional tentang performa profesionalisme.

Hal lainnya yang masih harus dipikirkan ke depannya adalah bagaimana kinerja profesionalisme kita bila dibawa ke luar dan dibandingkan dengan standar performa profesional yang mereka miliki.

Itulah yang mungkin menjadi sebab profesi arsitek ini sulit berkembang dibandingkan dengan profesi lainnya. Arsitek Indonesia masih harus bersaing dengan arsitek – arsitek dari luar. Apalagi sekarang ini pembangunan di Indonesia lebih mempercayai arsitek dari luar dibandingkan arsitek dalam negri.

Sebagai sebuah asosiasi profesi, IAI berusaha untuk terus meningkatkan profesionalisme anggota dan kemajuan dunia arsitektur di Indonesia. Pada kenyataannya, berkaitan dengan lisensi atau sertifikasi keahlian arsitek, masih belum menjadi keharusan dalam berpraktek atau berprofesi arsitek di Indonesia. Upaya untuk memiliki standar profesi masih terbatas pada anggota IAI, yang bukan menjadi kewajiban bagi arsitek yang berprofesi di Indonesia. Kode etik juga masih merupakan suatu sikap moral, mengingat di Indonesia sampai sekarang ini belum memiliki Undang Undang Arsitektur, yang mengatur hubungan, peran, kewajiban, dan hak arsitek dalam berhubungan dengan klien, profesi, rekan seprofesi, lingkungan, dan atau pihak pihak yang terkait dengan pekerjaannya. Sehingga sebagai sebuah profesi, profesi arsitek di Indonesia walaupun banyak dibutuhkan dalam pembangunan namun lemah secara hukum dan masih memerlukan upaya untuk terus memperbaiki dan meningkatkan standar profesi arsitek di Indonesia.


Pendapat Saya :
Mengenai sulit berkembangnya profesi arsitek dengan profesi lainnya, pada dasarnya profesi arsitek sama dengan profesi – profesi yang lainnya. Profesi lain sebenarnya juga punya permasalahan diatas, yaitu permasalahan yang menitikberatkan pada persaingan. Hanya saja mungkin profesi arsitek lebih lambat dalam berkembang, mungkin dari masyarakatnya sendiri, atau dari hukumnya.

Untuk menjadi arsitek professional di Indonesia, harus melalui tahap demi tahap. sistem pendidikan di Indonesia untuk program strata satu diberlakukan secara umum oleh Departemen Pendidikan Nasional hanya berlangsung selama empat tahun. Setelah itu ada program penambahan satu tahun. Setelah lulus program penambahan ini, seseorang akan memperoleh gelar Sarjana Arsitektur.

Kemudian untuk mendapatkan lisensi profesi IAI, seorang sarjana arsitektur tadi harus mengikuti ujian yang dilakukan oleh Dewan Keprofesian Arsitek yang bisa diambil apabila telah menjalani proses pemagangan selama minimal dua tahun. Jenis keanggotaan yang diterima pada tahap ini adalah keanggotan biasa atau lisensi tingkat C. Setelah melewati tahun ke empat, baru dilakukan penilaian lagi untuk memperoleh lisensi tingkat B melalui evaluasi oleh Dewan Keprofesian Arsitek dan Dewan Lisensi Arsitek. Pada tahun ke delapan, akan dilakukan penilaian lagi untuk memperoleh rekomendasi IAI untuk tingkat A.

Sertifikasi ini adalah proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan atas kompetensi dan kemampuan dari seseorang, untuk memenuhi persyaratan peraturan perundangan sebelum memperoleh lisensi/SIBP, atau yang saat ini disebut dengan Surat Ijin Pelaku Teknis Bangunan (SIPTB). Dalam hal ini sertfikasi yang dimaksud adalah Sertifikat Keahlian Arsitek (SKA), dan peraturan perundangan adalah Undang-Undang Jasa Konstruksi no. 18 tahun 1999 dan PP no. 28, 29 & 30 tahun 2000. Proses ini sendiri bukanlah merupakan sesuatu hal yang berat untuk diraih oleh para calon arsitek profesional tersebut, tetapi tetap ada standar kompetensi sebanyak tiga belas butir kemampuan dasar yang harus dimiliki arsitek profesional. Kemampuan-kemampuan dasar inilah yang akan menjadi panduan penilaian terhadap permohonan sertifikasi.

Itulah yang menurut saya perkembangan profesi arsitek lebih lamban, karena harus melalui tahapan yang cukup lama, serta sulit bersaing dengan arsitek – arsitek dari luar. Untuk bersaing dengan arsitek – arsitek luar yang sekarang ini menjadi primadona di Indonesia maka arsitek – arsitek local harus melewati tahapan – tahapan tersebut. Dan mungkin arsitek di Indonesia tidak hanya cukup dengan itu, masih harus belajar dan belajar.

Melihat realita yang ada, kita sebagai calon arsitek harus lebih termotivasi dengan hal tersebut. Tidak ada yang tidak mungkin. Selama kita masih mau berusaha dan berdoa, semuanya masih bisa terjadi dan akan menjadi lebih baik.

 “Nothing is Impossible” 
^_^

Selasa, 11 Januari 2011

SISTEM DILATASI BANGUNAN


Dilatasi adalah sebuah sambungan/garis pada sebuah bangunan yang karena sesuatu hal memiliki sistim struktur berbeda. Gunanya untuk menghindari kerusakan atau retak – terak pada bangunan yang ditimbulkan oleh gaya fertikal dan horizontal, seperti pergeseran tanah, gempa bumi, dan lain - lain.
Dilatasi bangunan biasanya diterapkan pada :
  • ·         Bangunan yang mempunyai tinggi berbeda – beda. ( pertemuan antara bangunan yang rendah dengan yang tinggi ).
  • ·         Pemisah bangunan induk dengan bangunan sayap.
  • ·         Bangunan yang memiliki kelemahan geometris.
  • ·         Bangunan yang memiliki panjang >30m.
  • ·         Bangunan yang berdiri diatas tanah yang kurang rata.
  • ·         Bangunan yang ada didaerah gempa.
  • ·         Bangunan yang mempunyai bentuk denah bangunan L, T, Z, O, H, dan U.

    Macam – macam dilatasi :
    1.    Dilatasi dengan 2 kolom
    Dilatasi dengan 2  kolom biasanya digunakan untuk bangunan yang bentuknya memanjang ( linier ). Dengan adanya dilatasi maka jarak kolom akan menjadi pendek.
    2.    Dilatasi dengan balok kantilever
    ·         Dilatasi juga bisa dilakukan dengan struktur balok kantilever.
    ·         Bentang balok kantilever maksimal 1/3 dari bentang balok induk.
    ·         Pada lokasi dilatasi bentang kolom dirubah ( diperkecil ) menjadi 2/3 bentang kolom yang lain.
    3.    Dilatasi dengan balok gerber
    ·         Sistem ini dipergunakan apabila diinginkan jarak kolom tetap sama.
    ·         Sistem ini memiliki kelemahan apabila ada beban horizontal yang cukup besar ( akibat gempa bumi ) akan berakibat fatal ( lepas dan jatuh ).



    4.    Dilatasi dengan konsol
    ·         Dengan system ini jarak kolom dapat dipertahankan sama
    ·         Umumnya dipergunakan pada bangunan yang menggunakan material prefabrikasi.


     
    Dalam penerapan system dilatasi perlu diperhatikan jaraknya. Jarak dilatasi harus benar – benar diperhitungkan. Dilatasi yang terlalu sempit apabila terkena pergeseran akibat gaya vertical maupun horizontal akan timbul banyak masalah, mulai dari dilatasi itu sendiri yang rusak, kebocoran yang sulit diperbaiki, sampai kerusakan – kerusakan di bagian lain akibat saling bertabrakannya blok bangunan satu dengan yang lainnya.



    Gambar sketsa bangunan diatas merupakan salah satu contoh bangunan yang harus memakai system dilatasi. Bangunan tersebut berada di daerah sekitar danau yang memiliki kondisi tanah kurang baik. Memilki kemungkinan yang besar tanah itu mengalami pergerakan.
    Selain itu bangunan disekitar danau tersebut termasuk bangunan tinggi, yang memiliki tinggi bangunan yang berbeda – beda.
    Untuk menahan gaya vertical dan gaya horizontal yang timbul perlu dibuat system dilatasi.

    Gambar :
      

    Sistem dilatasi digunakan pada pertemuan antar bangunan yang memiliki tinggi yang berbeda. Hal ini dikarenakan beban gaya yang diterima bangunan berbeda – beda antara bangunan yang tinggi dengan bangunan yang lebih rendah.
    Bangunan di atas bisa menggunakan system dilatasi kolom, kantilever, gerber, maupun konsol.
    Tetapi biasanya system dilatasi yang sering digunakan adalah system dilatasi kolom. Sistem ini digunakan untuk bangunan – bangunan yang panjang. Sistem ini juga mempunyai kelebihan yaitu mampu menahan gaya horizontal yang timbul ( gempa bumi ).
    Selain itu juga relative aman, dan apabila ada kerusakan – kerusakan tidak terlalu vatal.