Laman

Selasa, 11 Januari 2011

“PROSES PENGADAAN BARANG / JASA MILIK PEMERINTAH”


Pendahuluan

Pengadaan Barang / Jasa adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara / Anggaran Pendapatan Belanja Daerah baik yang dilaksanakan secara Pelelangan Umum ataupun dengan Swakelola.
Dalam penyedia barang dan jasa ada beberapa istilah antara lain :
1. Pengguna Anggaran;
2. Penyedia Barang;
3. Kepala Kantor/ Satuan Kerja;
4. Pemimpin Proyek;
5. Pengguna Anggaran Daerah;
6. Pejabat;
7. Panitia Pengadaan;
8. Pejabat Pengadaan;
9. Pemilihan Penyedia Barang / Jasa;
10. Barang;
11. Jasa Pemborongan;
12. Jasa Konsultansi;
13. Jasa Lainnya;
14. Sertifikat Keahlian;
15. Dokumen Pengadaan;
16. Kontrak;
17. Usaha Kecil;
18. Surat Jaminan;
19. Pakta Integritas;
20. Pekerjaan Komplek;

Pengadaan barang/jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip :
a. efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkatsingkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan;
b. efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah
ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
c. terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia
barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan;
d. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa,
termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan
calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya;
e. adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon
penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak
tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun;
f. akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
Sebelum melakukan lelang pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan pembentukan panitia lelang pengadaan yang terdiri dari unsur-unsur teknis terkait yang diwajibkan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. memiliki integritas moral;
2. memiliki disiplin tinggi;
3. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya;
4. memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah;
5. memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, bertindak tegas dan keteladanan dalam sikap dan perilaku serta tidak pernah terlibat KKN.


Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
Kontrak sekurang-kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut :
1. para pihak yang menandatangani kontrak yang meliputi nama, jabatan, dan alamat;
2. pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan;
3. hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian;
4. nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat-syarat pembayaran;
5. persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci;
6. tempat dan jangka waktu penyelesaian/penyerahan dengan disertai jadual waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya;
7. jaminan teknis/hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan mengenai kelaikan;
8. ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya;
9. ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara sepihak;
10. ketentuan mengenai keadaan memaksa;
11. ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan;
12. ketentuan mengenai perlindungan tenaga kerja;
13. ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab gangguan lingkungan;
14. ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan.

Cara – cara pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya :
melalui metoda pelelangan umum.
·         Pelelangan umum adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
Metoda Pelelangan terbatas.
·         dengan metoda pelelangan terbatas dan diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
Metoda pemilihan langsung.
·         yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet.
Metoda penunjukan langsung.
·         penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

Kontrak pengadaan barang/jasa dibedakan atas beberapa kontrak
1) lump sum;
Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.
2) harga satuan;
Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.
3) gabungan lump sum dan harga satuan;
Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan gabungan lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan.
4) terima jadi (turn key);
Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria
kinerja yang telah ditetapkan.
5) persentase.
Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi di bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik konstruksi/pemborongan tersebut.



 Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah

Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa adalah :
a.  meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industry dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam negeri pada perdagangan internasional;
b.  meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa;
c.  menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa;
d.  meningkatkan profesionalisme, kemandirian, dan tanggungjawab pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, dan penyedia barang/jasa;
e. meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;

APBN merupakan sumber pembiayaan pembangunan yang paling dominan yang dapat mencakup keseimbangan alokasi dan distribusi sumber daya yang langka keseluruh wilayah negara.
Sejak tahun 1980 mulai dilakukan pengaturan mengenai pelaksanaan APBN dengan suatu Keputusan Presiden dimulai dengan Keppres no. 14/1980 dan kemudian disempurnakan beberapa kali hingga sampai Keppres no. 29/1984 yang merupakan Keppres yang paling lama bertahan dan disempurnakan kembali dengan Keppres no. 16/1994, disempurnakan kembali dengan Keppres no. 18/2000 dan terakhir Keppres no. 80/2003 yang diterbitkan tanggal 3 November 2003 dan selanjutnya diikuti dengan Keputusan Menteri Kimpraswil no. 339/2003 yang diterbitkan tanggal 31 Desember 2003 sebagai Petunjuk Pelaksanaannya dalam Jasa Konstruksi.
Maksud dikeluarkannya Keppres tersebut adalah untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN/APBD sesuai dengan tugas, fungsi, hak dan kewajiban serta peranan masing-masing pihak dalam pengadaan barang/jasa instansi pemerintah.
Tujuannya adalah agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD diperoleh barang/jasa yang dibutuhkan instansi pemerintah dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efisien, efektif,  terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, akuntabel.

Ruang lingkup yang diatur meliputi pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya :
(i)            dibebankan kepada APBN/APBD,
(ii)          dibiayai dari Pinjaman / Hibah Luar Negeri (PHLN) yang sesuai atau yang tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan,
(iii)          untuk investasi dilingkungan BI, BHMN, BUMN, BUMD dibebankan kepada APBN.

Permasalahan
Pada bahasan diatas aplikasinya menunjukan banyak permasalahan yang muncul dan terkesan terjadinya penyimpangan-penyimpangan atas peraturan yang ditetapkan dalam penerapan pelaksanaannya oleh pengguna jasa yang terjadi di berbagai daerah seperti antara lain :
1.  Pemahaman/persepsi peraturan yang keliru, seperti tidak mensyaratkan secara spesifik keharusan kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU), Tenaga Ahli dan Tenaga Terampil serta ketentuan tentang klasifikasi dan kualifikasi.
2.  Penetapan pangsa pasar kecil dan non kecil secara keliru tanpa memperhatikan undang-undang no. 18/1999 dan Peraturan Pemerintah yang mengikutinya no. 28, 29 dan 30 tahun 2003.
3. Penambahan persyaratan pelelangan diluar ketentuan Keppres no. 80/2003.
4.  Pelanggaran atas tata cara pelelangan dengan masih ditetapkannya pelelangan umum dengan sistem prakualifikasi.
5.  Pengkotakan pasar dan pemberlakuan diskriminatif kepada jenis pekerjaan tertentu dengan memberlakukan hanya yang memiliki SBU tertentu saja yang dapat ikut serta dalam pelelangan tanpa mengkaitkannya kepada kompetensi badan usaha.
6.  Tidak terlihat adanya sanksi yang tegas yang dikenakan kepada pelaku pelanggaran, bahkan terkesan dibiarkan. Satu contoh yang ekstrim, ada departemen yang mengeluarkan kebijaksanaan menetapkan penanggung jawab pelaksana pembangunan tidak mengikuti ketentuan yang dipersyaratkan dan departemen yang membina jasa konstruksi seakan-akan tidak berdaya menghadapi departemen yang tidak menggubris teguran yang disampaikan.
7. Pengumuman tender yang banyak ditemukan tidak transparan
8.  Mandulnya sistim sanggahan (atas keputusan panitia lelang) maupun sanggahan banding (kepada pengguna anggaran).

Analisa Masalah dan Penyelesaian
Melihat permasalahan diatas, terjadinya berbagai pelanggaran dan penyimpangan atas pedoman yang ditetapkan, mengindifikasikan bahwa pedoman dalam Keppres no. 80/2003 memiliki celah-celah yang memungkinkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di enterprestasikan berbeda oleh pengguna jasa maupun penyedia jasa sehingga memungkinkan terjadinya penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang muaranya membuka persekongkolan.

Faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran tersebut, seperti :
1. selain dari pemahaman yang keliru tentang kedudukan Keppres terhadap undang-undang, sosialisasi yang dilakukan selama ini oleh pemerintah tidak efektif dan tidak memenuhi sasaran. Hal ini terjadi karena dilakukan secara tidak terkoordinasi dan terpadu diantara jajaran pemerintah yang melibatkan pimpinan proyek serta penyedia jasa dan instansi-instansi pemerintah di daerah.
2. kendala waktu yang sempit antara peraturan perundangan tersebut dikeluarkan dengan waktu pemberlakuannya.
3. adanya pandangan dari pemerintah daerah yang menganggap undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur sendiri pengadaan barang dan jasa di daerahnya.
4. Keppres no. 80/2003 sendiri belum menumbuhkan iklim usaha yang kondusif yang mampu mendorong terjadinya persaingan yang sehat dalam pengadaan barang / jasa yang mendorong peningkatan daya saing, menghasilkan barang / jasa yang berkualitas dan tumbuh berkembangnya para pengusaha yang baik dan berkompoten.

Suatu peraturan akan memiliki nilai apabila dalam implementasi pelaksanaannya berjalan sesuai dengan yang ditetapkan. Sebaliknya sebaik-baiknya peraturan tidak akan memiliki nilai apapun apabila dalam pelaksanaannya masyarakat tidak menjalankannya terlebih-lebih lagi jika jajaran instansi pemerintah sendiri bahkan yang tidak memberi contoh melaksanakannya dengan benar dan sungguh-sungguh yang pada gilirannya membuat peraturan tidak “berdaya” dan tidak ada gunanya.
Faktor yang mempengaruhi bagaimana peraturan dapat dilaksanakan dengan baik adalah :
(i)     adanya dorongan berdisiplin dan taat hukum yang diikuti dengan penerapan sanksi yang efektif bagi para pelanggarnya,
(ii)    mekanisme sosialisasi yang efektif dan sampai kesasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar